Monday, April 30, 2012

Saat Mimpi Terangkai Mati


Akhinya aku chatting juga  sama Mas. Ah, Mas wong deso akhirnya bisa cating juga. Setelah ku desak sampai penyet kayak permen karet, akhirnya ia mau juga belajar ilmu chatting. Ilmu langka buat wong ndeso.
Sebulan yang lalu.
"Dik, ntar diguyu orang. Mas aja lihat komputer kringetan, bagaimana mau makenya? Ntar kalo mas salah pencet terus rusak gimana, hayo? Dari mana kita dapat uang untuk gantinya?"
"Mas, makanya itu biar nggak keringetan. Masak adiknya sampe Mesir Masnya lihat komputer saja keringetan."
"Ngece Masmu kamu?" geram suaranya dari seberang.
"He…he…"aku nyengir saat itu.
"Ya, Mas ya…"rajukku manja.
"Dik, Mas baca tulis aja masih ngeja satu-satu. Bagaimana bisa nulis di komputer"
"Ah Mas terlalu banyak alasan !"
"Mas, adik disini uangnya pas-pasan, nggak bisa telpon terus. Di Mesir itu chatting murah. Jadi Mas bisa tahu kabar adik. Biar ibu nggak telpon-telpon terus!" Demi mengeluarkan alasan itu. Ku genggam hatiku erat. Ku bendung air mataku kuat. Aku tak mau mengasihi diriku sendiri karena itu adalah berhala diri sendiri yang akan membuatku rapuh. Cengeng tak berkembang. Manja.
Saat itu aku mendengar desahan panjang dari seberang. Tarikan nafas yang berat. Mungkin seberat beban yang di tanggungnya saat ini.
"Mas kan tahu, ibu orangnya khawatiran. Pengennya telpon terus. Adik juga tahu, ibu telpon itu dari uang pinjaman, iya kan?"
Beberapa detik Mas diam. Akupun juga diam. Saling meratapi nasib. Membenarkan. Ya, beginilah kecil kurang bahagia dewasa kurang biaya.
Sisi lain hatiku menyentakku, menamparku. Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kau dustakan? Aku menunduk dalam. Berlanjut istighfar panjang. Ajari aku untuk selalu bersyukur padamu Allah.
"Trus Mas harus gimana?"
"Ya, makanya Mas harus bisa catting. Biar ngirit. Kalo Mas sudah bisa, ibu diajak. Ntar kalo mas bisa cating, Mas juga bisa lihat adik pake webcam…."
"Panganan apa itu Dik…?" Tobat gusti. Desahku gregatan.
"Makanya Mas bisa cating dulu biar tahu!"
"Lha trus?"
"Ya Mas cari warnet, ntar tanya caranya sama penjaga warnet", tanduk dan taring mulai tumbuh dari gigi dan kepalaku.
"Kalo Mas ditertawai bahkan dimarahin…"
"Alah, orang kota takut sama orang ndeso, Mas plototin beres. Mas lihatin otot Mas. Cuek aja, lagian kan nggak kenal. Gitu aja kok repot, ya, Mas ya!"
Aku jadi berpikir ulang tentang kata-kataku, orang kota takut orang ndeso? Apa nggak sebaliknya? Sejak kapan aku berpikiran seperti itu?
Aku dapat membaca kalo Masku saat itu sedang berpikir keras untuk menerima desakanku.
"Mas akan mencoba."
Yes! teriakku dalam hati. Setidaknya kata mencoba sudah membuatku lega.
"Aku sayang mas. Emmmuaaah"
"Alah nggayamu" Aku mringis penuh kemenangan. Tak sia-sia 1 tahun aku bujuk Mas untuk belajar ilmu cating. Akhirnya……ku lepas nafas lega.
"Mas sudah dulu yah, pulsanya habis. Pokoknya bulan depan mas harus sudah bisa!" vonisku.
"Salam buat ibu bapak."
"Ya, yang bener belajarnya."
"Sip."
"Eh dik, tunggu dulu."
"Da palagi Mas?"
Aku melirik digit angka yang terus berputar. Masih 2 menit.
"Tempat warnetnya dimana?" Walah Mas, Mas. Paringi sabar gusti. Gunamku sambil mengurut dada. Ada getar gemes dan geregetan mengaduk dadaku.
"Tempat favorit kita, yang biasanya kita nongkrong untuk nyium bau bakso itu lho mas, ingat nggak?"
"Yang mana dik"
Uhuhhhhhhh…
"Samping stasiun, belakang bakso goyang lidah. Itu lho, tempat nongkrong favorit kita. Tempat kita nyium bau bakso kalo lagi nggak ada uang. Tempat bapak ngutang kopi. Kalau nggak disit….."
Klik!
Yach pulsanya habis.
Kalo nggak di situ cari lainnya, batinku meneruskan. Pasrah.
Aku jadi teringat tempat favoritku itu. Tempat di belakang stasiun Rembang. Biasanya kalo malam mingguan tempat itu akan sangat ramai pemuda pemudi memadu cinta. Sekaligus mengukir dosa bagi mereka yang belum punya ikatan apa-apa. Biasanya kalo malam minggu Mas akan mengajakku ke tempat itu.
"Dik, ntar kalo ada temenku, kalo di tanya siapa kamu, kamu diam aja sambil tersenyum manis. Oke! Coba gimana senyumnya?"mas menaikan alisnya, minta aku segera mengiyakan perkataannya.
Saat itu aku hanya menarik kedua ujung bibirku sekenanya.
"Dik, kurang manis." Aku tersenyum lagi. Sedikit genit.
"Dik, kurang." Aku manyun. Tersenyum lagi. " Lha gitu…,gitukan manis…"
"Setelah itu…." Mas terdiam sejenak. Menyeringai nakal, penuh arti, "Setelah itu, ntar Mas akan bilang keteman Mas, pacarku…. Abis itu kamu ngrakut Mas mesra.  Ya, dik ya…" aku memukul pundak masku. "Nggak mau! Emang anak kecil diakali."
"Alah nggayamu, masih kelas 6 SD dah ngaku besar, besar itu kalo udah punya ne…" Mas membusungkan dadanya meledekku.
"Buk, Mas nakal….!" Habis itu akan dilanjutkan acara kejar-kejaran mengelilingi desa. Dan aku selalu berhasil mengejar Masku.
"Ampun-ampun…" ratapnya dibuat-buat. Aku tahu saat itu Mas hanya menyerah untuk menyenangkan hatiku. Kalau mau dia bisa lari sekencang-kencangnya. Tapi dia adalah Masku yang paling baik, selalu mengalah demi kebahagiaanku.
"Dik, mau nggak? Kalau nggak mau nggak jadi ngeceng "
"Iya deh…." Ucapku berat. Jujur, ngeceng adalah hobiku.
Sejak aku SMP Mas jarang mengajakku ke belakang stasiun. Aku sibuk belajar, karena aku harus dapat rangking untuk meringankan biaya Ibu Bapak. Sementara  Mas sibuk bekerja.
Hingga suatu malam.
"Mas ke stasiun yuk! Kan ada band ma pameran…."
"Kamu pergi sama Siti aja…"
"Siti kan dah punya pacar Mas…"
"Ntar kalo Mas pergi sama kamu, trus kelihata temen cewek Mas….Mas dikirain dah punya pacar…kamu mau Masmu nggak laku…"
Aku mendengus geram. Dulu aja gitu…..
Itulah kenangan termanisku. Masku is the best. Dan itu membuatku selalu merindukannya.
###
syahdu_bumi: Mas, gimana masih keringetan pegang komputer?
su_kimin: Sedikit gemeteran Dik, tapi Mas bangga sama diri Mas, orang ndeso yang pekerjaanya cari rumput bisa… apa Dik namanya?
ٍsyahdu_bumi: Chatting Mas J
su_kimin: Iya chatting.
Aku jadi terharu. Aku juga bangga sama kamu Mas. Bisikku dalam hati.
Aku tak menyangka Masku yang nggak lulus SD bisa chatting, tentu saja aku harus sabar menunggu huruf-huruf itu keluar dari layar komputer. Menunggunya mengeja dan mencari satu-satu huruf dalam keyboard. Jadi geli membayangkannya. Bahkan terkadang Mas salah ketik, yang muncul sederetan kata-kata aneh. Untung aku cukup cerdas untuk memahaminya.
Setelah itu kami lebih banyak curhat tentang keadaan masing-masing. Mas bercerita kalo saat ini dia sedang pusing. Umurnya telah menginjak kepala tiga. Dia belum menikah, belum juga bisa ngasih apa-apa pada Bapak Ibu. Dua bulan yang lalu dia diPHK dari kerja serabutannya sebagai sales peralatan rumah tangga. Pekerjaan tetapnya sekarang mencari rumput di sawah. Alias nganggur.
su_kimin: Dik, Mas malu sama diri Mas. Ga bisa apa-apa! Sekarang mas nggak pegang uang sepeserpun. Mau beli kopi saja minta ibu, Mas harus gimana Dik? Cari pekerjaan sulit.
Syahdu_Bumi: Mas yang sabar, tetep berusaha. Bekerja apa saja yang penting halal. Mas harus bisa bahagiain ibu bapak..
su_kimin: Nggak tahulah Dik. Dik, sawah bapak dijual…Bapak sering sakit-sakitan. Kemarin bapak masuk rumah sakik. Dokter menganjurkan untuk operasi. Sawah itu dijual untuk biaya operasi. Itu aja masih kurang. Ngutang. Nggak ada yang bisa dibuat pegangan lagi. Yang tersisa hanya si putih, sapi kita. Kata Bapak Ibu itu buat celenganmu, kalo kamu butuh uang dadakan.
Deg.
syahdu_bumi: Kok Adik baru dikasih tahu sekarang?
Air mataku mulai berjatuhan membelah pipi. Bapak….Layar presentasi yang menampilkan pria tua kurus kering terus berputar di otakku.
su_kimin: Ibu nggak mau kamu pikiran. Ibu nggak mau sekolahmu jadi nggak karuan. Belajar yang pinter dik ya…. Hidup sekarang semakin susah. Untuk hidup enak perlu uang banyak, bapak ibu sudah mati-matian cari biaya buat kamu. Kamu harus sungguh-sungguh…
Ada nada sumbang di akhir kata-kata Mas.
Ternyata masalahku di Mesir belum seperapa, ternyata perjuanganku belum apa-apa, ternyata tirakatku tak seberapa dibanding usaha  bapak ibu. Dibanding butir-butir keringat bapak ibu. Bapak…..!
###
Hidup sekarang semakin susah. Untuk hidup enak perlu uang banyak. Kata-kata Mas terus berputar selayak burung gereja yang dengan lincahnya mengitari kepalaku.
Aku pengen kaya! Tekad mimpiku hari ini. Membisikkanya pada dinding-dinding kamarku.
Aku pusing rasa-rasanya aku pengen banget jadi orang kaya. Padahal sejak kecil aku tak pernah berpikiran untuk jadi orang kaya. Aku hanya ingin hidup sekedarnya. Yang penting bahagia. Tak perlu kaya.
Dulu, waktu kecil aku juga perpikiran kaya identik dengan bakhil, sombong, judes, culas, tak berperasaan. Bahkan aku takut untuk kaya, karena tukut dihinggapi penyakit itu. Buat apa kaya kalau kekayaan kita itu jurang neraka. Bahkan kemarin aku sempat menolak argumen temanku.
"Sekarang ini yang penting kaya!"
"Maksudmu?" tanyaku saat itu sambil menyengitkan dahi tak mengerti. Saat itu dia banyak mengeluarkan argumennya. Dan akupun mengeluarkan banyak argumenku menyalahkan argumennya.
"Sekarang seandainya kamu pengen silaturrahmi ke temen-temen ke saudara-saudara trus nggak punya uang seperserpun, boro-boro main silaturrami buat beli pulsa aja untuk sekedar say hallo tak ada uang, gimana mau silaturrami. Nggak ada uang pokoknya susah semuanya…" saat itu aku hanya mendengarkannya setengah hati. Apalagi dia orangnya memang banyak ngomong.
Tapi entah kenapa setelah chatting mendengar cerita Mas aku langsung ingin kaya. Pokoknya kaya!
Tapi aku ingin kaya yang beda.
Aku ingin kaya yang derma yang dengan izin ridloNya. Aku ingin kaya yang membawaku kesurga. Aku ingin kaya yang bisa mengurangi beban orang yang tak kaya, tak berdaya. Membuat orang yang papa tersenyum bahagia. Aku ingin kaya, yang kaya itu tak membuatku berambisi dengan urusan dunia. Allah letakanlah dunia ini di tanganku, jangan di hatiku…Aku ingin kaya yang dari kekayaanku itu  lahir pahlawan-pahlawan Islam, pahlawan-pahlawan agama dan negara. Aku ingin kaya yang tak membuatku takut dengan kekayaan itu. Aku ingin kaya yang aku ikhlas untuk kehilangan itu semua dan  membuatku berjalan damai meniti jalanNya, yang kekayaan itu bisa dinikmati semua orang. Bukan maksudku menyaingiMu, Allah. Tentulah Engkau yang paling kaya dan Maha kaya. Aku ingin kaya dengan ridho dan izinNya. Apabila itu hanya mimpi setidaknya terwakili dengan kaya hati, kaya ilmu…..tuntun aku Allah….  
Mimpi hari ini, belajar rajin. Sukses. Bahagiain Bapak Ibu. Juga Mas Tercayank.

Tut…tut…dering Hp membuyarkan mimpiku.
Ass. Dik yg sbr. Bpk meninggal. Banyak berdoa. Tetep belajar.
Bapak…….seketika mimpiku semakin menyesakan dada. Bapak tunggu aku membuktikannya. Desahku. Ada beku yang mencair lewat air mata.

Cairo, 15 Ramadlan 08
By: DI

No comments:

Post a Comment