Hukum Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Tahun Baru |
Setiap natal dan tahun baru, kaum
muslimin selalu berdebat tentang hukum mengucapkan selamat natal kepada kaum
Kristiani atau ikut merayakan tahun baru bersama mereka. Masalah ini selalu
menjadi polemik. Ada yang mengatakan boleh, dan ada yang mengatakan haram.
Sebagian mereka ada yang memiliki dasar, namun tidak jarang yang hanya mengira-ngira
atau ikut-ikutan, tanpa tahu
hukum yang sebenarnya. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini Rumah Muslimah akan mengulas hukum mengucapkan selamat
natal kepada orang Kristen atau ikut merayakan tahun baru bersama mereka. Dengan
harapan, kaum muslimin tak lagi memperdebatkan masalah ini terlalu panjang. Apalagi,
jika masalah ini malah menyebabkan perselisihan, perpecahan, dan keretakan
diantara kaum muslimin. Baiklah,
langsung saja kita simak pendapat ulama tentang masalah ini.
Secara umum, ada dua pendapat utama
tentang hukum mengucapkan selamat natal dan memperingati tahun baru bersama
umat Kristen.
Pendapat Pertama: Boleh
hukumnya mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen dan merayakan tahun baru
bersama mereka.
Pendapat ini berasal dari Lembaga
Fatwa negara yang menjadi tempat salah satu Yayasan Islam ternama dan menjadi
kiblat keilmuan Islam di dunia, yaitu Al-Azhar,
Mesir. Secara umum, para ulama Al-Azhar, Mesir, memang lebih moderat
dibandingkan dengan ulama negara lain, terutama Arab Saudi. Oleh karena itu, wajar
jika dalam masalah Natal dan tahun baru, pendapat mereka menunjukkan
keterbukaan dan mengedepankan toleransi.
Melalui halaman Facebooknya, Lembaga
Fatwa Mesir (دار الافتاء المصرية) menerbitkan
sebuah fatwa untuk menjawab pertanyaan seorang penanya:
Pertanyaan:
"Apakah seorang muslim boleh ikut
merayakan tahun baru bersama orang Kristen dan memberi selamat kepada
mereka?"
Inilah jawaban Lembaga Fatwa Mesir:
Kaum muslimin percaya kepada Nabi-nabi
Allah dan utusan-utusan-Nya. Kaum muslimin tidak membeda-bedakan mereka. Ketika
kaum muslimin merayakan tahun baru, itu merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah
yang telah mengirimkan mereka sebagai petunjuk, cahaya, dan rahmat bagi umat manusia.
Sebab, ini merupakan karunia Allah yang paling besar bagi umat manusia. Dan,
hari dimana para nabi dan rasul dilahirkan, adalah hari yang penuh keselamatan
dan kesejahteraan di dunia.
Allah telah mengisyaratkan hal itu dalam
firman-Nya tentang Nabi Yahya:
وَسَلَامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا
“Kesejahteraan
atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari
ia dibangkitkan hidup kembali.”
Allah juga berfirman tentang Nabi Isa,
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ
وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
“Dan
kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari
aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Allah juga berfirman,
سَلَامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ
“Kesejahteraan
dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam.”
Allah juga berfirman,
سَلَامٌ عَلَى
إِبْرَاهِيمَ
“Kesejahteraan
dilimpahkan atas Ibrahim.”
Allah juga berfirman,
سَلَامٌ عَلَى
مُوسَى وَهَارُونَ
“Kesejahteraan
dilimpahkan atas Musa dan Harun.”
Allah berfirman,
وَسَلَامٌ عَلَى
الْمُرْسَلِينَ
“Dan
kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul.”
Jika demikian halnya, maka menunjukkan
rasa sukacita bersama mereka, mengungkapkan rasa syukur kepada Allah atas
anugerah-Nya, dan merayakan kelahiran nabi bersama mereka, adalah hal yang
dibolehkan syariat. Bahkan, hal itu termasuk salah satu bentuk ibadah yaitu mengungkapkan
kebahagiaan dan rasa syukur atas karunia Allah. Nabi Muhammad sendiri telah merayakan
hari dimana Nabi Musa diselamatkan dari Fir’aun, dengan cara berpuasa. Imam
Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa ketika Nabi datang ke Madinah
dan mendapati kaum Yahudi mengerjakan puasa satu hari yaitu puasa Asyura, dan
mereka berkata, "Ini adalah hari yang sangat agung, dimana Allah telah menyelamatkan
Musa dari Firaun, dan menenggelamkan Fir’aun beserta keluarganya, sehingga dia
berpuasa sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah.” Rasulullah kemudian bersabda,
"Aku lebih berhak atas Musa daripada mereka.” Maka Rasulullah
kemudian berpuasa dan memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa pada hari itu.
Berpartisipasi dalam perayaan keselamatan
Nabi Musa semacam itu, bukan berarti pengakuan
terhadap kepercayaan orang-orang Yahudi yang bertentangan dengan akidah Islam. Oleh
karena itu, perayaan umat Islam atas kelahiran Nabi Isa, adalah hal yang dibolehkan, karena hal itu
termasuk ungkapan kebahagiaan. Selain itu, merayakan kelahiran Nabi Isa,
termasuk mengikuti petunjuk Rasulullah yang telah bersabda,
“Aku lebih berhak atas
Isa bin Maryam baik di dunia maupun di akhirat. Sebabm antara
aku dan dia tidak ada nabi.”
Ini adalah masalah perayaan umat Islam
atas hari lahir Nabi Isa As.
Adapun mengucapkan selamat kepada non-muslim
sesama warga yang tinggal di suatu daerah, baik pada perayaan hari lahir Nabi
Isa maupun perayaan yang lain; maka tidak dilarang syariat. Lebih-lebih
mengucapkan selamat kepada mereka yang memiliki hubungan kekerabatan, hubungan keluarga,
tetangga, persahabatan, atau hubungan kemanusiaan dengan umat Islam.Terlebih
lagi kepada mereka yang mengucapakan selamat kepada kaum muslimin saat umat
Islam merayakan hari-hari besar. Bukankah
Allah telah berfirman,
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
“Apabila kamu
diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu
dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan
yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu”. (QS. An-Nisa: 86)
Mengucapkan selamat kepada mereka, bukan
berarti mengakui akidah mereka yang bertentangan dengan akidah Islam.
Sebaiknya, hal itu termasuk berbuat baik dan berlaku adil yang diperintahkan
Allah. Allah Swt. berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Ayat ini menegaskan prinsip kerukunan
antar umat beragama. Ayat ini juga menjelaskan bahwa menjalin hubungan dengan
non-muslim, berbuat baik kepada mereka, bertukar hadiah dengan mereka, adalah
hal yang dianjurkan syariat. Imam Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya, Ahkamul
Quran, “Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang-orang yang tidak memerangi
kalian,” artinya kalian boleh memberikan sebagian harta kalian kepada mereka untuk
mempererat hubungan.
Pendapat Kedua: Haram hukumnya
mengucapkan selamat natal dan ikut merayakan tahun baru bersama orang-orang
kafir.
Pendapat ini berasal dari para ulama
Arab Saudi, negara yang juga menjadi asal agama Islam, dan juga menjadi kiblat
ilmu-ilmu Islam di dunia.
Alasan para ulama mengharamkan
mengucapkan selamat natal dan tahun baru adalah sebagai berikut:
Pertama: Sudah
tidak diragukan lagi bahwa Allah telah menyempurnakan agama Islam bagi kita
semua. Allah Swt. berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْأِسْلامَ دِيناً
“Pada hari ini telah
Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Aku sempurnakan atas
kalian nikmatku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama kalian.”
Juga tidak diperdebatkan lagi bahwa
agama yang paling benar di sisi Allah adalah agama Islam yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْأِسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا
جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Sesungguhnya agama
(yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang
telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”
Oleh karena itu,
barang siapa mencari agama lain selain Islam maka tidak akan diterima Allah
Swt.
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْأِسْلامِ دِيناً فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari
agama selain agamaIslam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan
dia di akhirat termasuk orang yang rugi.”
Ibnu Katsir mengatakan: Firman Allah ini
menunjukkan bahwa tidak ada agama yang diterima Allah di sisi-Nya selain agama
Islam. Oleh karena itu, jika setelah diutusnya Nabi Muhammad ada orang
meninggal dunia dan dia memeluk agama selain agama Islam, maka agamanya itu tidak
akan diterima.
Kedua:
Rasulullah Saw. telah menjelaskan bahwa beberapa kaum dari umat beliau, nanti
akan meniru amal dan perbuatan Ahli kitab.
أنَّ النبي صلى الله عليه وسلّم قال لتتّبِعُن سَنَنَ من كان قبلَكم شِبراً بشِبرٍ وذِراعاً بذِراع، حتّى لو سَلَكوا جُحرَ ضَبٍّ لَسَلكتُموهُ. قلنا: يارسولَ الله، اليهودَ والنصارَى ؟ قال: فمَن ) رواه البخاري
“Kalian akan
benar-benar mengikuti sunan (jalan) orang sebelum kalian, sejengkal
demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai, walaupun mereka melewati
lubang biawak, kalian akan menempuhnya juga.” Kami berkata: “Wahai Rasulullah,
apakah mereka adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau bersabda: “Ya Siapa lagi?” (HR. Bukhari)
Ibnu Katsir
menjelaskan, maksud dari hadis ini adalah bahwa Allah dan Rasul-Nya melarang
kita meniru perkataan dan perbuatan mereka, meskipun tujuannya adalah baik.
Ketiga: Kita harus tahu bahwa ‘id (hari raya) dalam agama Islam, termasuk
ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dan, seperti yang kita tahu, hari
raya (hari yang harus dirayakan) kaum muslimin hanya tiga, yaitu: hari Jumat,
hari raya Idul Fitri, dan hari raya Idul Adha.
فعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلّم يقول: ( إن يوم الجمعة يومُ عيد، فلا تجعلوا يومَ عيدكم يومَ صيامكم، إلاَّ أن تصوموا قبلَه أو بعدَه
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah ra. bahwa dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya, hari Jumat adalah hari raya. Karena itu, janganlah kalian jadikan hari raya kalian ini sebagai hari untuk berpuasa, kecuali jika kalian berpuasa
sebelum atau sesudah hari Jumat.”
Keempat: Kita harus tahu bahwa dalam syariat Islam, kita diperintahkan untuk
berbeda dengan orang-orang musyrik dan Ahli kitab. Rasulullah Saw. bersabda,
غَيِّروا الشَّيْبَ، ولا تَشَبهوا باليَهُودِ
والنصَارَى) رواه أحمد(
“Gantilah (warna)
uban, dan janganlah kalian menyerupai Yahudi dan Nasrani.” [HR. Ahmad]
Rasulullah Saw. juga
bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ. أَحْفُوا الشوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى )رواه مسلم(
“Berbedalah dengan
orang-orang musyrik. Potong pendek kumis dan panjangkanlah jenggot.” (HR. Muslim)
Al-Hafidz Ibnu Hajar
menjelaskan: Dulu Rasulullah suka menyepakati Ahli Kitab dalam hal-hal yang
tidak ada perintah khusus dalam masalah itu, terutama jika hal itu berbeda
dengan apa yang dilakukan para penyembah berhala. Namun, setelah Fathu Makkah,
dan agama Islam telah berkembang, beliau juga suka menyelisihi Ahli Kitab (tidak
melakukan hal-hal yang dilakukan Ahli Kitab atau sebaliknya), sebagaimana telah
dijelaskan dalam hadis Nabi.
Ibnu Taimiyah
berkata, “Berdasarkan Al-Quran, hadis, dan sunah Khulafaurrasyidin, para ulama
sepakat bahwa berbeda dengan Ahli Kitab dan tidak menyerupai mereka hukumnya
wajib.”
Menyerupai dan meniru
mereka dalam merayakan hari raya mereka, juga termasuk hal yang sangat
berbahaya. Rasulullah Saw. bersabda,
من تَشَبَّه بقومٍ فهو منهم )رواه
أحمد(
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum,
maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad)
قال ابن تيمية رحمه
الله تعالى : أقلُّ أحوالِهِ أنْ يقتضي تحريمَ
التشبه. وإنْ كانَ ظاهرُهُ
يقتضي كفرَ المتشبِّهِ بهمْ
Ibnu Taimiyah berkata: Konsekuensi
paling kecil bagi orang yang menyerupai orang Yahudi dan Nasrani adalah
melakukan perbuatan haram, meski secara tekstual konsekuensinya adalah menjadi
kafir.
Kesimpulan Penulis:
Itulah hukum mengucapkan selamat natal
kepada non-muslim (orang Kristen) dan merayakan tahun baru bersama mereka. Dari dua pendapat
yang berbeda di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kedua kelompok di atas memiliki
hujjah (alasan) tersendiri. Dan, hujjah (alasan) kedua kelompok di atas
sama-sama kuat karena berdasarkan dalil dari Al-Quran dan hadis. Untuk itu, sebagai
jalan tengah, penulis ingin menyampaikan pesan-pesan berikut:
Pertama: Perbedaan
pendapat adalah hal yang biasa. Namun yang perlu dicatat, kalaupun kita harus
berbeda pendapat, marilah kita mencontoh akhlak para ulama mazhab saat mereka
berbeda pendapat. Marilah kita berguru bagaimana para ulama mazhab menyikapi
perbedaan pendapat. Imam Syafi’i berkata,
رأيي صَوابٌ يَحتَمِلُ الخَطأ، ورأيُ غَيري خَطأ يَحتَمِلُ الصَّوابَ
“Pendapatku benar tetapi bisa jadi mengandung
kesalahan, sedangkan pendapat selain aku salah tetapi bisa jadi mengandung
kebenaran.”
Kita tahu, semua pasti merasa bahwa
pendapatnyalah yang paling benar. Untuk itu, agar tidak terjadi gesekan antar
sesama kaum muslimin, mari kita kedepankan tasamuh atau toleransi.
Tasamuh bukan berarti mengaku salah atau kalah, tetapi mengedepankan persamaan
dan menghindari perbedaan. Meskipun kita yakin pendapat orang lain salah, kita
tidak pernah punya wewenang untuk memaksanya mengikuti pendapat kita. Ingat,
tugas kita hanyalah menyampaikan kebenaran yang kita yakini, bukan memaksa
orang lain untuk mengikuti pendapat kita.
Kedua: Kalau
dalam masalah mengucapkan selamat natal kita mengikuti pendapat pertama, maka
kita tak harus melakukan hal itu secara berlebihan. Misalnya dengan memasang
simbol-simbol natal di media sosial, apalagi sampai ikut meramaikan acara-acara
mereka. Kalau kita harus mengucapkan selamat natal, hendaknya kita mengucapkan
selamat natal hanya kepada kerabat, tetangga, atau teman dekat, jika memang
ada. Jangan lupa untuk menata niat, bahwa tujuan kita bukan mengakui kebenaran
agama atau akidah mereka, tetapi untuk menghormati kerabat, tetangga, atau teman
dekat, demi menjaga hubungan yang telah terjalin.
Ketiga: Dalam
hal merayakan tahun baru, saya rasa kita tidak punya alasan untuk melakukan hal
itu. Apalagi, merayakan tahun baru identik dengan pesta-pora, berhura-hura, dan
menghambur-hamburkan harta. Kalau kita ingin menikmati liburan, boleh-boleh
saja. Karena tahun baru biasanya memang hari libur. Tapi tidak harus dengan
cara berhura-hura dan menghambur-hamburkan harta. Akan lebih bermanfaat jika
liburan kita manfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga atau silaturrahim ke
tempat kerabat. Kalau kita ingin menunjukkan rasa syukur dan kebahagiaan atas
lahirnya Nabi Isa, maka tidak ada cara yang lebih baik untuk melakukan hal itu
dari apa yang telah dilakukan Nabi Muhammad, yaitu dengan berpuasa.
Terakhir, jangan
lupa untuk mengajarkan hal ini kepada anak-anak kita, keluarga, kerabat,
sahabat, serta orang-orang yang dekat dengan kita. Jika Anda merasa artikel ini
bermanfaat dan penting untuk diketahui
orang banyak, maka jangan lupa juga untuk menyebarkan pengetahuan ini kepada
orang lain dengan cara membagikan artikel ini ke teman-teman Anda di media
sosial. Jika niat kita tulus, insya Allah pahala akan menanti kita. Karena
sebagaimana sabda Rasulullah,
إِنَّ الدَّالَّ عَلَى الخَيْرِ كَفَاعِلِهِ
“Sesungguhnya orang yang menunjukkan suatu
kebaikan, seperti orang yang melakukan kebaikan itu.”
Wallahu A’lam.
No comments:
Post a Comment