Puasa Ramadhan termasuk rukun Islam. Untuk itu, mengerjakan puasa Ramadhan hukumnya wajib. Setiap muslim yang memenuhi syarat harus melaksanakan puasa Ramadhan. Jika tidak, maka dia berarti telah meninggalkan kewajiban agama. Seorang muslim yang berpuasa harus meninggalkan hal-hal yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Nah, terkadang seseorang harus membatalkan puasa karena sebab-sebab tertentu. Bagaimana hukumnya orang yang membatalkan puasa karena udzur? Apakah dia harus mengganti (mengqadha) puasanya di hari yang lain? Fatwa berikut ini akan menjawab, apakah orang yang membatalkan puasa karena udzur harus mengganti puasanya?
Pertanyaan:
Pertanyaan:
Apakah orang yang
membatalkan puasa Ramadhan karena uzur (seperti sakit keras yang tidak bisa
diharapkan kesembuhannya) harus mengqadha puasanya?
Jawaban:
Allah telah memberikan rukhshah
(keringanan) kepada kelompok-kelompok tertentu untuk membatalkan puasa pada
bulan Ramadhan. Allah Swt. berfirman,
“Dan barangsiapa sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS.
Al-Baqarah: 185)
Dalam Sunah juga
dijelaskan, perempuan yang sedang haid dilarang mengerjakan puasa. Diriwayatkan
bahwa Abu Sa'id pernah bercerita: Rasulullah pernah bersabda,
“Bukankah jika seorang
perempuan haid dia tidak mengerjakan shalat atau puasa? Itulah yang menyebabkan
agama mereka tidak sempurna.”[1]
Diriwayatkan dari Mu'adzah
bahwa dia pernah bercerita: Aku pernah bertanya kepada Aisyah, “Mengapa
perempuan yang haid harus mengqadha puasanya, tapi dia tidak harus mengqadha
shalatnya?” Sayidah Aisyah bertanya, “Apakah engkau pengikut mazhab Khawarij?”
Aku menjawab, “Aku bukan pengikut mazhab Khawarij. Aku hanya ingin bertanya.”
Sayidah Aisyah kemudian menjawab, “Kami pernah mengalami hal itu (haid) dan
kami diperintahkan untuk mengqadha puasa, tapi tidak diperintahkan untuk
mengqadha shalat.”[2] Orang yang sedang
nifas, menurut kesepakatan para ulama, hukumnya seperti orang yang sedang haid.
Orang yang memiliki uzur
diperintahkan untuk mengqadha puasa wajib jika sesuatu yang menghalanginya
untuk berpuasa telah hilang. Jika seseorang meninggal dunia sebelum mengqadha
puasanya, maka dia tidak berdosa dan tidak diwajibkan membayar fidyah
(tebusan). Karena dia telah meninggal dunia pada bulan Ramadhan sehingga dia
tidak diwajibkan untuk mengqadha puasanya atau membayar fidyah. Karena dia
meninggal dunia dalam keadaan memiliki uzur. Bahkan, jika uzurnya telah hilang
pada bulan Ramadhan, dia juga tidak wajib melakukan apa pun. Karena dia tidak
memiliki kesempatan di lain hari untuk mengqadha puasanya, sedangkan dia juga tidak
mungkin mengqadha puasanya pada bulan Ramadhan karena dia harus mengerjakan
puasa Ramadhan. Sementara orang yang sedang melakukan suatu kewajiban tidak
wajib melaksanakan kewajiban lain yang sejenis. Adapun jika bulan Ramadhan
telah habis, dan seorang mukalaf masih memiliki uzur yang membuat dia boleh
tidak berpuasa, dia juga tidak berkewajiban untuk mengqadha puasanya, meskipun
hal itu terjadi sangat lama. Karena dia memiliki uzur yang tidak hilang hingga
dia meninggal dunia. Sementara Allah Swt. telah berfirman,
“Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS.
Al-Baqarah: 286)
Imam Nawawi mengatakan:
Jika seseorang memiliki tanggungan qadha puasa Ramadhan atau sebagian darinya,
jika dia memiliki uzur yang membuatnya harus menunda qadha, seperti saat dia
sakit, bepergian jauh, atau yang sejenisnya, dia boleh menunda qadha selagi dia
masih memiliki uzur. Meskipun uzur tersebut berlangsung selama bertahun-tahun.
Dengan penundaan tersebut dia tidak diwajibkan membayar fidyah, meskipun
kewajiban qadhanya bertumpuk-tumpuk. Dia hanya wajib mengqadha puasanya; karena
dia dibolehkan menunda puasa Ramadhan dengan adanya uzur tersebut. Untuk itu,
menunda qadha tentu lebih boleh lagi.[3] Imam Nawawi juga
berkata: Menurut pendapat kami, dia tidak wajib melakukan apa-apa. Tidak wajib
mengqadha puasanya, juga tidak wajib membayar fidyah. Ini juga pendapat Abu
Hanifah, Imam Malik, dan mayoritas ulama fikih.[4]
Itulah hukum orang yang membatalkan puasa karena udzur, serta pendapat para ulama, apakah dia wajib mengqadha puasanya atau tidak. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment