Mesir membara. Matahari angkuh
menyemburkan panas. Bagai mata iblis yang menyorot garang. Debu membumbung
tinggi menghembus bau neraka. Membungkus hamparan bumi negeri seribu menara,
mengubahnya menjadi pelantaraan bara yang menganga. Begitu juga dengan bangunan-bangunan
yang menjulang di depanku, seperti terbungkus api. Fatamorgananya bagai lidah
api yang menyanya-nyala, menjilati bangunan-bangunan yang menjulang tinggi. Suhu
kali ini mencapai 40 derajat. Bukan main panasnya.
Aku
kembali melirik q&q yang melingkari pergelangan tanganku. Jarum panjang
menunjuk angka satu, jarum pendek menunjuk angka dua belas. Jam dua belas lebih lima menit. Pantas saja
matahari serasa tepat di atas ubun-ubun. Entah apa jadinya
seandainya Allah tak menghamparkan langit sebagai atap dunia. Membungkusnya
dengan atmosfer yang sangat banyak manfaatnya. Seperti yang ku baca dalam buku
karangan Harun Yahya.
Selain menahan gesekan benda-benda langit. Atmosfir juga menyaring sinar-sinar dari ruang angkasa yang membahayakan kehidupan. Menariknya, atmosfir hanya membiarkan agar ditembus oleh sinar-sinar tak berbahaya dan berguna, - seperti cahaya tampak, sinar ultraviolet tepi, dan gelombang radio. Semua radiasi ini sangat diperlukan bagi kehidupan. Sinar ultraviolet tepi, yang hanya sebagiannya menembus atmosfir, sangat penting bagi fotosintesis tanaman dan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Sebagian besar sinar ultraviolet kuat yang dipancarkan matahari ditahan oleh lapisan ozon atmosfir dan hanya sebagian kecil dan penting saja dari spektrum ultraviolet yang mencapai bumi. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang angkasa, yang mencapai sekitar 270 derajat celcius di bawah nol.
Selain menahan gesekan benda-benda langit. Atmosfir juga menyaring sinar-sinar dari ruang angkasa yang membahayakan kehidupan. Menariknya, atmosfir hanya membiarkan agar ditembus oleh sinar-sinar tak berbahaya dan berguna, - seperti cahaya tampak, sinar ultraviolet tepi, dan gelombang radio. Semua radiasi ini sangat diperlukan bagi kehidupan. Sinar ultraviolet tepi, yang hanya sebagiannya menembus atmosfir, sangat penting bagi fotosintesis tanaman dan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Sebagian besar sinar ultraviolet kuat yang dipancarkan matahari ditahan oleh lapisan ozon atmosfir dan hanya sebagian kecil dan penting saja dari spektrum ultraviolet yang mencapai bumi. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang angkasa, yang mencapai sekitar 270 derajat celcius di bawah nol.
Tidak
hanya atmosfir yang melindungi bumi dari pengaruh berbahaya. Selain atmosfir,
Sabuk Van Allen, suatu lapisan yang tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga
berperan sebagai perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet kita.
Radiasi ini, yang terus- menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang
lainnya, sangat mematikan bagi makhuk hidup. Jika saja sabuk Van Allen tidak
ada, semburan energi raksasa yang disebut jilatan api matahari yang terjadi
berkali-berkali pada matahari akan menghancurkan seluruh kehidupan di muka
bumi.
Lapisan pelindung Van-Allen ini merupakan
sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada Bumi. Dan Allahlah insiyur paling
handal tak ada duanya dalam hal ini. Insiyur dunia wal akhirat.
Energi yang
dipancarkan dalam satu jilatan api saja, sebagaimana tercatat baru-baru ini,
terhitung setara dengan 100 milyar bom atom yang serupa dengan yang dijatuhkan
di Hiroshima.
Subhanallah….
Aku mengeluarkan sapu tangan yang baru
kemarin diberikan suamiku tercinta. Berniat mengusap peluh yang membanjiri mukaku.
"Untuk Ummi….", begitu ucapnya saat menyodorkan sapu
tangan berwarna merah jambu., bermotif
hati. Aku menyerngitkan dahi tak mengerti saat menerimanya.
"Buat apa bi?" tanyaku.
"Buat nyeka peluh Ummi sama
adek kalo panas."
"Kan ummi biasa pakai tisu….."
aku memang tak pernah memakai sapu tangan. Aku lebih senang memakai tisu. Apalagi
di Mesir banyak penjual tisu. Mereka para 'pengharap kasih' meminta belas
kasihan lewat tisu-tisu yang mereka jajakan dengan sedikit menaikan harga dari
harga semestinya. Lewat tisu itu aku sekalian bisa melobi Allah untuk mendapat
tiket surga.
Dan saat suamiku tercinta menyodorkan sapu tangan aku jadi merasa
aneh. Tak biasanya. Apalagi sapu tangan warna merah jambu motif hati. Akukan bukan
ABG lagi.
Sapu tangan ini mengingatkanku pada sesuatu.
Kelihatannya aku mengenal sapu tangan ini. Ya, sama persis. Sapu tangan yang
sama. Aku masih memandang sapu tangan di tanganku tak berkedip. Sambil
merangkai ingatanku kembali.
"Ada yang salah ummi?"
"Eh…e…Tidak Abi…"ucapku
sembari menggeleng. Sementara fokus mataku masih tertuju pada sapu tangan merah
jambu.
"Itu tanda kasih sayang Abi
sama Ummi. Abi akan selalu menyeka peluh Ummi dan Adek .
seper….."
"Abi sok
romantis…."potongku tersipu. Sambil menghadiahi suamiku senyuman termanis.
Saat itu mawar-mawar berwarna sedana dengan sapu tangan di tanganku memenuhi
hatiku. Kelopak-kelopaknya mekar penuh cinta. Berubah menjadi sayap-sayap yang
menerbangkanku ke negeri awan. Sebuah kenyataan cinta yang selama ini kuimpikan.
"Ye…masak romantis sama istri
sendiri tak boleh…"
Cup.
"Itu tanda kasih sayang Ummi
buat Abi."
Aku melenggang meninggalkan suamiku yang masih
tertegun. Kaku seperti patung. Tangan kanannya belum turun dari pipinya. Tempat
dimana aku membubuhkan heroin cinta. Mukanya keras. Matanya tak berkedip. Nafasnya
terhenti. Mungkin ciuman yang tiba-tiba itu membuatnya kolaps.
Ah Abi… jadi kangen. Sedang apa ya
Abi di rumah. Saat ini pasti sedang sibuk di depan komputer.
Menerjemahkan deretan kata-kata untuk hidupku dan anakku.
"Assalamualaikkum…" suara
lembut menarikku dari lamunan.
"Waalaikum salam…"jawabku
sembari membalas jabatan tangannya. Dan membalas pelukannya yang erat.
Saat kedua hati ini menyatu dalam naungan
detak Islam aku merasakan kesejukan yang sangat. Islam mengajarkan saling
mengasihi kepada sesama, walaupun saat ini aku tak mengetahui siapa gadis dalam
pelukan ini. Aku jadi teringat sebuah hadist Nabi SAW yang mengatakan bahwa
jika dua orang mukmin bertemu dan bersalaman sambil bermusafahah, maka
akan bergugurang getah dosa diantara keduanya. Sebuah pemandangan yang boleh
dikatakan sangat asing di negaraku tercinta. Indonesia.
"Kak sudah lama?" tanyanya. Muka
gadis di depanku terlihat begitu kekelahan. Keringat menyapu mukanya yang kuyu.
"Sejak jam 9 tadi."
"Trus Ablah bilang apa?"
"Intadzir suayya….",
ucapku dengan senyum. Berharap ia tak putus asa mendengar jawabanku. Gadis itu
menghela nafas kecewa. Matanya nanar, berkaca.
"Ana ngurus tasdiq sudah
sebulan yang lalu kak, tapi belum dapet. Ablahnya selalu bilang bukroh." Aku menghadiahkan
senyuman di akhir kata-katanya yang lebih tepat seperti pengaduhan. Di Mesir masalah
administrasi memang sedikit lebih ribet,
tapi ada pelajaran tak ternilai harganya di balik itu semua. Sebuah
kesabaran dan keteguhan hati.
"Yang sabar…"balasku. Ia
membalasnya dengan senyuman yang sedikit di paksa.
"Ummi aus…" rengek
anakku, berjalan gontai mendekatiku. Matanya terlihat begitu tersiksa karena
panas. Mutiara-mutiara bening memahkotai keningnya. Beberapa mutiara itu bahkan
telah meleleh luruh jatuh ke pipinya yang bulat bak pau.
"Adek main-mainnya udah. Panas. Ni ada
ammah. Sack hand dulu sama ammah….", aku mengusap peluh yang
membanjiri mukanya.
"Accalamualaikum ammah…ismi ataiya
ilcat…di panggil Ia…"
"Attaqqia…"aku membenarkan ucapan
anakku yang masih cedal. Gadis yang ku tahu bernama Nela itu mengangguk.
"Namanya bagus…"komentarnya kemudian.
"Ummi manya minyumnya?"
aku merogoh tas. Air mineral yang ku bawa dari rumah tadi ternyata habis ludes.
"Ni, kak ada." Nela menyodorkan
botol mineral yang isinya tinggal separuh.
"A…sayang…"Nela menyuruh anakku
membuka mulut. Air mineral itu sudah siap meluncur ke mulut imut anakku.
"Ammah kata Abi cama Ummi
bismiyah duyu…"
Ups…aku dan Nela serempak senyum. Aku
mengecup gemas pipi ranum anakku. Dialah mutiaraku, anugrah dari Allah. Hadiah
dari suamiku, tanpa dia di sampingku mungkin aku tak akan mampu mendidik
Attaqia menjadi baby bawel yang pinter.
"Ummi, Ia
pengen pake kayak Ummi…" ucapnya suatu ketika.
"Di luar panas sayang…"
"Kata Abi pake kayak Ummi
hayus, kalo nggak Allah mayah…", aku melirik suamikku yang sedang sibuk di
depan komputer. Suamiku menoleh. Melempar senyumnya yang mengembang lebar. Yah,
dengan terpaksa ku akui kekalahanku, aku kalah cepat dengan suamiku menorehkan warna emas di lembaran putih Ia.
Mendidik Attaqia.
"Tapi…"
"Pokoknya pake kayak Ummi…"
rajuknya mulai merengek. Akhirnya akupun mengalah. Memakaikan jilbabku padanya.
Kebesaran memang, tapi ada keteduhan yang membungkus mukanya. Ia berubah
menjadi bidadari kecil. Sangat cantik .
"Anak ke berapa kak?"
"Pertama…"
"Beruntung sekali kakak dan suami
kakak punya anak secerdas Ia.
pasti suami kakak sangat menyayangi kakak dan Ia…dan tentunya kakak juga sangat
mencintai suami kakak…"
"Adakalanya tanpa cinta kita bisa
meraih cinta yang lebih. Asal kita mau…"
***
Hadiqoh azhar begitu indah. Hijau menyelimuti hamparan luas di hadapanku. Bunga-bunga
aneka warna bermekaran penuh pesona. Menyambut musim semi yang mulai merangkak
dewasa. Meninggalkan musim dingin, yang
beku. Hadiqoh ini termasuk hadiqoh favorit di Mesir. Selain indahnya,
karena aneka bunga tumbuh disana, hadiqoh ini juga luas dan bersih. Satu
lagi, penataan taman yang bisa di bilang luar biasa mengagumkan.
"Kakak jadi pulang minggu
depan?" tanyaku sendu pada laki-laki yang menjadi sandaran hatiku.
Kak fatih mengangguk. Ada kesedihan
meremas hatiku. Aku menunduk dalam, menyembunyikan kesedihanku. Ku palingkan
muka, menyembunyikan air mata yang luruh perlahan. Segera ku seka. Aku tak mau
kak fatih mengetahuinya.
"Kakak akan langsung ke rumah Adek,
untuk melamar Adek. Setahun lagi kita menikah. Kakak harap tahun ini Adek bisa
menyelesaikan Lc. Adek mau berjanjikan untuk berusaha?"
Aku mengangguk masih menunduk. Kalo ada
kehalalan untukku atasnya, pastilah sudah ku peluk erat kak fatih. Kan ku
buncahkan tangis perpisahan ini. Aku takut berpisah dengannya. Ada cinta yang
telah mencandu di hatiku.
Mathor jadid ini terasa bagai bui besi yang sebentar
lagi akan memisahkanku dengan kak fatih.
"Jaga diri adek baik-baik, surga
akan kita layari bersama setahun lagi, kakak sayang adek…" kak fatih
melambaikan tangannya. Aku membalasnya dengan hampa. Sehampa hatiku. Kering. "Jaga
diri adek…" lirih kak Fatih. Di matanya ada bingkai kaca yang dicoba ditahannya.
Aku mengangguk.
Entah
kenapa ada rasa takut yang mencabik hatiku. Takut jika perpisahan ini tak
berujung sebuah pertemuan. Takut kenyataan tak akan memberi jawaban seperti
yang ku inginkan. Takut ini adalah benar-benar perpisahan.
Tetes demi tetes mengalir mengiringi langkah kaki kak Fatih. Air mata ini belum juga
berhenti padahal bayangan kak fatih sudah tak terlihat. Bawa cintaku sampai aku
pulang kak… dan kita akan arungi surga bersama. Bisikku dengan air mata semakin
deras. Aku sayang kakak…
Setiap malam, sebelum tidur aku selalu membuka hp. Berharap ada sms atau
telephon dari Indonesia. Tapi nihil. Sudah tiga bulan kak Fatih meninggalkanku.
Sampai sekarang belum ada kabar. Semoga kak Fatih masih mendekap cintaku.
Malam ini aku benar-benar tak bisa
memejamkan mata. Di luar angin begitu ribut, memainkan keramaian sendiri di
keheningan malam. Angin dingin mendesah resah. Berhembus gusar. Meliuk-liuk
sekarat. Entah berapa derajat suhu dingin kali ini. Di hadapanku, kaca
jendelaku menangis menahan dingin, berembun.
Ku
rapatkan selimut tebal memcari kehangatan. Lagu ruang rindu hpku berdering. Ku
buka. Syela…dari sepupuku di Indonesia. Aku menyerngitkan dari. Tak biasanya anak
ini sms. Gunamku.
Ass. K'
nurul gmn kbrnya? K' knl kak Fatih g? kak fatih Lc dr bandung.kmrn ksn nglamar
sela…k" knal ngg'? bls.
Deg….kak Fatih??? Tidak mungkin. Mungkin
orang lain. Nama fatihkan banyak. Batinku membesarkan hati yang setengah kacau.
Ternyata perkiraanku salah, sebulan
setelah sms itu keluarga indonesia mengabarkan syela telah sah menjadi istri
Kak Fatih. Ya, kak fatihku. Muhammad Abdul Fatih. Hatiku hancur. Ada luka yang
menganga lebar . Tertanam dalam. Kenapa kak Fatih tega…setelah cinta yang setulus-tulusnya
ku sandarkan padanya, setelah impian-impian ku rajut indah bersama, setelah
hati ini sepenuhnya ku sandarkan padanya, dengan begitu teganya ia menghancurkannya…kenapa
kak Fatih tega…. Kenapa harus dengan Syela, saudaraku sendiri. Tak cukupkah
ia datang dan pergi begitu saja dari
hatiku. Kenapa kak fatih tega, apa salahku…dan pertanyaan itu selalu membuat
air mataku jatuh….
Setelah
peristiwa itu hari-hariku hanya berisi sebuah kutukan. Kutukan untuk seorang Fatih
….dan satu lagi, peristiwa itupun membuatku mengutuk semua kaum adam di dunia. Tak
terkecuali, termasuk bapakku yang memadu ibu. Kaum Adam benar-benar tercipta
untuk menyakiti sang Hawa.
"Bu,
Nurul belum siap…."ucapku membalas suara dari seberang.
"Kurang
siap apanya, umurmu sudah 23 kamu sudah pantes nikah. Dan ibu yakin pernikahan
kamu itu tak akan menghambat kuliahmu….ibu yakin Irsyad mampu menjagamu dan
mengarahkanmu. Dia orangnya baik, pinter, dan…."
"Tapi
bu…"potongku.
"Apa
kamu sudah punya nduk?" curiga ibu. Sontak aku menggeleng keras.
"Iya
nduk? Kamu sudah punya?" aku baru sadar kalo ibu tak melihatku menggelengkan
kepala.
"Belum
buk.."
"Trus…? nduk, ibu sudah tua ibu
pengen cepet nimang cucu. Lagian tentunya ibu akan tenang bila kau disana ada
yang menjaga…kurang apanya Irsyad. Dia pinter, hafidz, sudah S2, rencananya dia
ke Mesir mau nerusin progam doktornya. Dia anak temen bapakmu. Gimana nduk….? Ibu
harap kamu memikirkannya…" temen bapak? Jangan-jangan ia juga ntar seperti
bapak, memaduku. Rutukku dalam hati.
Aku kembali
diam. "Nduk…nduk…."ibu menyadarkanku dari seberang.
"Bagaimana…kamu mau memikirkannya…"
"Iya
buk…."ucapku pasrah.
Kali ini
luka di hatiku belum sembuh dan aku harus menerima seorang laki-laki. Dan
bagaimana seandainya laki-laki itu kembali menorehkan luka. Ada sesak yang
menghimpit dadaku.
Aku hanya takut tersakiti untuk yang kedua kalinya. Dan aku
takut rasa sakit yang masih kurasakan sampai saat ini membuatku tak bisa
menjadi istri sholehah. Tak bisa membuatku mencintai suamiku sepenuhnya.
Celakanya, Ibu
selalu mendesak. Menerorku untuk menerima Irsyad. Padahal rupa laki-laki itupun
aku belum tahu. Entahlah, mengapa orang tua selalu berpikiran bahwa mereka
telah melakukan yang terbaik untuk anaknya…entahlah…
"Nduk,
kalo kamu ingin ibu bahagia. Ibu Cuma minta agar kamu mau menerima Irsyad. Jangan
kau tanya kenapa ibu mendesakmu untuk menerima Irsyad, ibu Cuma yakin dia anak
baik-baik…."
Kali ini
adalah istikhorohku yang ketiga kalinya. Allah bantu aku….
Malam berkabut. Hamparan tanah di depanku
seakan tak berujung. Aku berlari tanpa arah mencari seseorang yang berkenan
untuk menemaniku. Nihil. Tak ada seseorangpun. Aku meraung-raung meminta
pertolongan. Aku takut sendirian. Kabut semakin tebal. Malam bertambah pekat.
Gelap. Mencekam. Tak ada bisik suara mendesis, barang seekor jangkrikpun. Bulan
di atas tersapu gumpalan hitam. Aku menggigil ketakutan. Seseorang menepuk
pundakku dari belakang. Seorang laki-laki. Aku beringsut kebelakang. Semakin ketakutan.
Takut laki-laki itu berbuat sesuatu. Aku terdiam menghitung detik. Menghitung
nafas yang terhembus, dan menekan dada yang naik turun. Aku menunggu sesuatu
yang paling buruk yang akan menimpaku. Aku terus meramu doa keselamatan. Dadaku
semakin berdetak kencang. Laki-laki di depanku belum melalukan serangan
apa-apa. Aku ingin sekali lari. Tapi aku takut. Aku takut jika aku berlari laki-laki
itu akan memangsa dengan ganas. Karena merasa di tantang dikhianati lawannya. Ternyata
aku salah, Laki-laki itu tersenyum. Ia merogoh sakunya, mengeluarkan sapu
tangan merah hati. Menyeka peluh dan air mataku.
Allah semoga itu adalah petunjukmu…gunamku
di awal kesadaran.
Pernikahan
ini sangat sederhana. Dan masjid Assalam di Asyir menjadi saksi ikatan suci
ini. Ada setitik kebahagian yang membuatku sejenak berhenti untuk mengutuk kaum
Adam. Apalagi setelah ku dengar dengan fasihnya kak Irsyad mengucapkan ijab
qobul, diteruskan dengan membaca surat Arrahman yang menjadi maharku. Suaranya
indah, lembut. Setiap ayat yang di bacanya seakan memecahkan kepingan-kepingan
kebencian di hatiku. Dan saat itu aku mampu menarasakan ribuan malaikat
berkunjung, mengepakan sayap-sayap mereka menghujani kami dengan doa
kesejahteraan dan keberkahan. Semoga kebahagian ini bukan hanya untuk sesaat
Allah…
"Adek capek…istirahat dulu ya, maaf
kakak baru bisa dapet rumah ini. Insyaallah kalo kakak ada rizki kita akan cari
rumah yang lebih lebar…"aku memutar pandangan. Sebuah ruang tamu berukuran
2X2. Dua kamar kecil. Dapur dan kamar mandi yang terselip di sudut ruang
belakang.
"Tak apa kak…"ucapku
membesarkan hatinya. Aslinya pemandangan seperti ini tak begitu mengherankan
buatku. Menikah dalam status mahasiswa sekaligus di negeri orang harus membuat
kita menerima segala resiko keberkahan ini. Termasuk makan ala kadarnya.
"Kak, adek boleh istirahat
dulu…"
Kak Irsyad mengangguk, mengantarkanku ke kamar
tidur yang telah dihiasnya rapi. Warna yang didominasi warna putih dan biru
laut. Indah. Warna kesukaanku.
"Ku harap engkau menyukainya…. istirahatlah…"
Kak fatih melenggang keluar, sebelumnya ia
meninggalkan ciuman di keningku. Ada perih di hatiku saat kak Irsyad
mendaratkan cintanya. Allah bantu dan tuntun aku merangkai cinta bersamanya
Allah….
Malam ini tak ada malam zafaf
sebagaimana mestinya. Kak Irsyad mendapat undangan untuk mengisi diskusi di Wisma
Nusantara, bascame mahasiswa Indonesia di Mesir.
"Adek tak apa-apakan? Maaf kakak
belum bisa menghadiahkan cinta…Insyaallah ada saat yang lebih indah…" dan
aku hanya tersenyum. Mungkin itu lebih baik…karena aku belum siap. Dosakah aku
Allah. Allah bantu dan tuntun aku merangkai cinta bersamanya Allah…doa itu
terus ku ulang. Berharap Allah menjatuhkan benih cinta di hatiku untuk
seseorang yang telah halal atasku. Sampai sekarang secuil benih cintapun belum
tumbuh di hatiku. Trauma itu benar-benar membekukan hatiku. Menanduskan
cintaku.
"Kak, adek ingin menginap di rumah
teman…." Ucapku hati-hati. alis kak fatih bertaut. Membentuk
lipatan-lipatan garis di keningnya. Kaca mata yang di pakainya melorot beberapa
mili kebawah.
"Temen adek ada yang nikah, adek
ingin bantu-bantu…" lanjutku amsih ragu-ragu.
"Kakak ikut ya…kakak juga ingin
bantu-bantu…" jawaban yang tak kuharapkan.
"Kakak ingin malam ini adek menemani
kakak…"
Aku mengangguk. Walaupun belum ada cinta
tapi aku tak ingin menjadi istri durhaka yang tak menuruti perintah suami.
"Gimana pengantin baru…" ledek Imas.
"Belum ada cinta Im…." Nada
sumbang berkolaborasi kesedihan meluncur begitu saja.
Imas memandangku lekat-lekat.
"Dan kau kesini untuk menghindarinya…?
Kalian sudah…?" aku menggeleng.
"Nurul, sampai kapan kau akan
seperti ini. Irsyad tak dosa apa-apa…dia tak tahu apa-apa…dan…"
"Aku sudah mencobanya Im…."
"Mencoba apa?" mata Imas
menantangku geram.
"Mencoba mencintainya, menyukainya…",nada
Imas mulai meninggi…,"sementara kau tak mau melupakan masa lalu…"lanjutnya.
"Aku tak mengerti dengan kau Rul,
trus apa gunanya engkau menikah, hanya meninggalkan status sendirian, mencari
pelarian…" tiba-tiba masa indah bersama kak fatih kembali terulang dan
akhir yang menyedihkan itupun membuat air mataku kembali terjatuh.
"Kau tak akan pernah hidup bahagia
jika masih menyimpan masa lalu…Rul, masa lalu bukan untuk di simpan tapi di
ambil pelajaran dan di lupakan, apalagi masa lalu yang suram…" Imas meninggalkanku
sendirian sesenggukan.
"Dek boleh kakak mengukir cinta
malam ini…"
Tak tahu kenapa air mata ini jatuh begitu
saja. Ku sandarkan kepala di pundak kak Irsyad. Di situ ku tumpahkan segalanya.
Kak Irsyad berusaha menenangkanku. Beberapa kali ia mengelus kepalaku. Lama aku
menangis di pelukannya.
Aku merenggang dari pelukan Kak Irsyad.
Tatapan mata kak Irsyad menyimpan banyak pertanyaan. "Kakak melakukan
kesalahan…?"tanyanya.
Aku menggeleng. "Kak mungkin belum
saat ini…" sedikit lega, setidaknya aku tak membohongi cinta kak Irsyad.
Kak Irsyad menunduk dalam. Diam.
"Ada seseorang di hati adek?" kembali aku
menggeleng.
"Alhamdulillah…"Lirih kak
Irstad.
"Aku hanya tak ingin membohongi
cinta kakak" ucapku kemudian.
Kak irsyad kembali terdiam. Lama. Hening.
Ku kutuki diriku sendiri. Betapa jahatnya aku menyakiti hati seseorang yang
telah tulus mencintaiku.
"Kakak mengerti…istirahatlah. Sudah
malam. Kakak mau meneruskan terjemahan kakak." Kak Irsyad belum beranjak.
Rahut mukanya menimbang-nimbang sesuatu, meminta izin. Aku mengagguk. Sebuah
ciuman mendarat di keningku.
Sayup-sayup surat Arrahman membangunkanku. Aku beranjak
mendekati asal suara itu. Fabiayyi ala irabbikuma tukadzdziban…tabarakasmu
rabbika dzil jalali wal ikram..senyap. Aku mendekatkan pendengaran. Aku
mendengar isakan tangis. Tangis? Rasa penasaran menuntunku mencari sumber suara.
"Allah setiap malam aku selalu
berdoa padamu agar engkau memberikan aku bidadari yang kelak menjadi bidadariku
di surga. Dan saat ini aku sangat bersyukur padaMu Engkau telah menghadiahi aku
bidadari yang sangat cantik, rupa dan hatinya…. Isakan tangis kak irsyad
semakin keras…. Allah Hadiahkan juga cinta di hatinya. Aku telah menjadikan dia
cinta keduaku setelah cintaku padaMu Allah. Aku sangat mencintainya.
Hilangkanlah kesedihan di hatinya, di matanya. Dan izinkan hamba yang
mengobatinya dengan idzinMu Allah. Allah, dan apabila memang ada yang lebih dia
cintai biarlah hamba tetap dengan cintaMu, bantu dia menemukan
cintanya…kebahagiannya….jangan jadikan hamba, seorang yang tak bersyukur karena
memasung cintanya…"
Deg. Ada cinta yang begitu tulusnya
sedang aku menyia-nyiakannya. Apa yang pantas aku berikan untuk menebus semua
kesalahnku. Allah maafkan aku.
Aku menghabur, memeluk punggung kak
Irsyad, menghujaninya dengan air mataku.
"Maafkan Nurul, kak…izinkan aku
tetap menjadi bidadari kakak…maafkan nurul. Maafkan Nurul kak…maafkan
Nurul…." Kak Irsyad memelukku erat. Ada
cinta yang tiba-tiba menyesakan hatiku.
Pagi yang indah. Dan aku merasa pagi ini
adalah pagi terindah dalam hidupku. Aku meletakan kopi yang masih mengepul
panas di samping komputer kak Irsyad. Raut muka kak irsyad terpahat serius di depan
komputernya. Beberapa kali ia mengetuk-ngetukan jari di bibirnya. Sesekali
menaikan kaca mata yang tak melorot.
"Ada yang bisa Nurul bantu kak?"
"Kakak kesusahan cari kata-kata
untuk terjemahan kakak", kak Irsyad menyodorkan kitabnya. Tumben, tak
biasanya. Kak Irsyad kan
paling jago menerjemahakn kata-kata. Pikirku.
Aku mengeja kata-kata yang pas…dan cinta
adalah perasaan. Cinta adalah hati. dan ketika cinta telah mengubahmu menjadi
manusia yang paling bahagia, itulah duniamu….
Aku mengerling kearah kak Irsyad. Ia
nyengir nakal.
"Dek, sarapan hari ini apa?"
Cup. Aku mencium pipi kak Irsyad.
Bahasa tubuhmu mengartikan rindu….
Gleg. Winamp komputer kak Irsyad menjadi
sountreck paling indah di saat ku mengukir cinta….
Terima kasih Allah…Atas Cinta…
Cairo, 24 oktober; Setahun di Mesir
Cairo, Idul Fitri 08..
Untuk cinta.
Untuk cinta.
No comments:
Post a Comment