Akhinya
aku chatting juga sama Mas. Ah, Mas wong
deso akhirnya bisa cating juga. Setelah ku desak sampai penyet kayak
permen karet, akhirnya ia mau juga belajar ilmu chatting. Ilmu langka buat wong
ndeso.
Sebulan
yang lalu.
"Dik,
ntar diguyu orang. Mas aja lihat komputer kringetan, bagaimana mau makenya?
Ntar kalo mas salah pencet terus rusak gimana, hayo? Dari mana kita dapat uang
untuk gantinya?"
"Mas,
makanya itu biar nggak keringetan. Masak adiknya sampe Mesir Masnya lihat komputer
saja keringetan."
"Ngece
Masmu kamu?" geram suaranya dari seberang.
"He…he…"aku
nyengir saat itu.
"Ya,
Mas ya…"rajukku manja.
"Dik,
Mas baca tulis aja masih ngeja satu-satu. Bagaimana bisa nulis di
komputer"
"Ah
Mas terlalu banyak alasan !"
"Mas,
adik disini uangnya pas-pasan, nggak bisa telpon terus. Di Mesir itu chatting
murah. Jadi Mas bisa tahu kabar adik. Biar ibu nggak telpon-telpon terus!"
Demi mengeluarkan alasan itu. Ku genggam hatiku erat. Ku bendung air mataku
kuat. Aku tak mau mengasihi diriku sendiri karena itu adalah berhala diri
sendiri yang akan membuatku rapuh. Cengeng tak berkembang. Manja.
Saat
itu aku mendengar desahan panjang dari seberang. Tarikan nafas yang berat.
Mungkin seberat beban yang di tanggungnya saat ini.
"Mas
kan tahu, ibu
orangnya khawatiran. Pengennya telpon terus. Adik juga tahu, ibu telpon itu
dari uang pinjaman, iya kan?"
Beberapa
detik Mas diam. Akupun juga diam. Saling meratapi nasib. Membenarkan. Ya,
beginilah kecil kurang bahagia dewasa kurang biaya.
Sisi
lain hatiku menyentakku, menamparku. Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kau
dustakan? Aku menunduk dalam. Berlanjut istighfar panjang. Ajari aku untuk
selalu bersyukur padamu Allah.
"Trus
Mas harus gimana?"
"Ya,
makanya Mas harus bisa catting. Biar ngirit. Kalo Mas sudah bisa, ibu
diajak. Ntar kalo mas bisa cating, Mas juga bisa lihat adik pake webcam…."
"Panganan
apa itu Dik…?" Tobat gusti. Desahku gregatan.
"Makanya
Mas bisa cating dulu biar tahu!"
"Lha
trus?"
"Ya
Mas cari warnet, ntar tanya caranya sama penjaga warnet", tanduk dan
taring mulai tumbuh dari gigi dan kepalaku.
"Kalo
Mas ditertawai bahkan dimarahin…"
"Alah,
orang kota
takut sama orang ndeso, Mas plototin beres. Mas lihatin otot Mas. Cuek aja,
lagian kan nggak
kenal. Gitu aja kok repot, ya, Mas ya!"
Aku
jadi berpikir ulang tentang kata-kataku, orang kota takut orang ndeso? Apa nggak sebaliknya?
Sejak kapan aku berpikiran seperti itu?
Aku
dapat membaca kalo Masku saat itu sedang berpikir keras untuk menerima
desakanku.
"Mas
akan mencoba."
Yes! teriakku dalam
hati. Setidaknya kata mencoba sudah membuatku lega.
"Aku
sayang mas. Emmmuaaah"
"Alah
nggayamu" Aku mringis penuh kemenangan. Tak sia-sia 1 tahun aku bujuk Mas
untuk belajar ilmu cating. Akhirnya……ku lepas nafas lega.
"Mas
sudah dulu yah, pulsanya habis. Pokoknya bulan depan mas harus sudah bisa!"
vonisku.
"Salam
buat ibu bapak."
"Ya,
yang bener belajarnya."
"Sip."
"Eh
dik, tunggu dulu."
"Da
palagi Mas?"
Aku melirik
digit angka yang terus berputar. Masih 2 menit.
"Tempat
warnetnya dimana?" Walah Mas, Mas. Paringi sabar gusti. Gunamku sambil
mengurut dada. Ada
getar gemes dan geregetan mengaduk dadaku.
"Tempat
favorit kita, yang biasanya kita nongkrong untuk nyium bau bakso itu lho mas,
ingat nggak?"
"Yang
mana dik"
Uhuhhhhhhh…
"Samping
stasiun, belakang bakso goyang lidah. Itu lho, tempat nongkrong favorit kita. Tempat
kita nyium bau bakso kalo lagi nggak ada uang. Tempat bapak ngutang kopi. Kalau
nggak disit….."
Klik!
Yach
pulsanya habis.
Kalo
nggak di situ cari lainnya, batinku meneruskan. Pasrah.
Aku
jadi teringat tempat favoritku itu. Tempat di belakang stasiun Rembang.
Biasanya kalo malam mingguan tempat itu akan sangat ramai pemuda pemudi memadu
cinta. Sekaligus mengukir dosa bagi mereka yang belum punya ikatan apa-apa.
Biasanya kalo malam minggu Mas akan mengajakku ke tempat itu.
"Dik,
ntar kalo ada temenku, kalo di tanya siapa kamu, kamu diam aja sambil tersenyum
manis. Oke! Coba gimana senyumnya?"mas menaikan alisnya, minta aku segera mengiyakan
perkataannya.
Saat
itu aku hanya menarik kedua ujung bibirku sekenanya.
"Dik,
kurang manis." Aku tersenyum lagi. Sedikit genit.
"Dik,
kurang." Aku manyun. Tersenyum lagi. " Lha gitu…,gitukan manis…"
"Setelah
itu…." Mas terdiam sejenak. Menyeringai nakal, penuh arti, "Setelah
itu, ntar Mas akan bilang keteman Mas, pacarku…. Abis itu kamu ngrakut Mas
mesra. Ya, dik ya…" aku memukul
pundak masku. "Nggak mau! Emang anak kecil diakali."
"Alah
nggayamu, masih kelas 6 SD dah ngaku besar, besar itu kalo udah punya ne…"
Mas membusungkan dadanya meledekku.
"Buk,
Mas nakal….!" Habis itu akan dilanjutkan acara kejar-kejaran mengelilingi
desa. Dan aku selalu berhasil mengejar Masku.
"Ampun-ampun…"
ratapnya dibuat-buat. Aku tahu saat itu Mas hanya menyerah untuk menyenangkan
hatiku. Kalau mau dia bisa lari sekencang-kencangnya. Tapi dia adalah Masku yang
paling baik, selalu mengalah demi kebahagiaanku.
"Dik,
mau nggak? Kalau nggak mau nggak jadi ngeceng "
"Iya
deh…." Ucapku berat. Jujur, ngeceng adalah hobiku.
Sejak
aku SMP Mas jarang mengajakku ke belakang stasiun. Aku sibuk belajar, karena
aku harus dapat rangking untuk meringankan biaya Ibu Bapak. Sementara Mas sibuk bekerja.
Hingga
suatu malam.
"Mas
ke stasiun yuk! Kan
ada band ma pameran…."
"Kamu
pergi sama Siti aja…"
"Siti
kan dah punya
pacar Mas…"
"Ntar
kalo Mas pergi sama kamu, trus kelihata temen cewek Mas….Mas dikirain dah punya
pacar…kamu mau Masmu nggak laku…"
Aku
mendengus geram. Dulu aja gitu…..
Itulah
kenangan termanisku. Masku is the best. Dan itu membuatku selalu merindukannya.
###
syahdu_bumi: Mas, gimana
masih keringetan pegang komputer?
su_kimin: Sedikit
gemeteran Dik, tapi Mas bangga sama diri Mas, orang ndeso yang
pekerjaanya cari rumput bisa… apa Dik namanya?
ٍsyahdu_bumi: Chatting Mas J
su_kimin: Iya chatting.
Aku jadi
terharu. Aku juga bangga sama kamu Mas. Bisikku dalam hati.
Aku tak menyangka Masku yang
nggak lulus SD bisa chatting, tentu saja aku harus sabar menunggu huruf-huruf
itu keluar dari layar komputer. Menunggunya mengeja dan mencari satu-satu huruf
dalam keyboard. Jadi geli membayangkannya. Bahkan terkadang Mas salah ketik, yang
muncul sederetan kata-kata aneh. Untung aku cukup cerdas untuk memahaminya.
Setelah
itu kami lebih banyak curhat tentang keadaan masing-masing. Mas bercerita kalo
saat ini dia sedang pusing. Umurnya telah menginjak kepala tiga. Dia belum
menikah, belum juga bisa ngasih apa-apa pada Bapak Ibu. Dua bulan yang lalu dia
diPHK dari kerja serabutannya sebagai sales peralatan rumah tangga. Pekerjaan
tetapnya sekarang mencari rumput di sawah. Alias nganggur.
su_kimin: Dik, Mas malu
sama diri Mas. Ga bisa apa-apa! Sekarang mas nggak pegang uang sepeserpun. Mau
beli kopi saja minta ibu, Mas harus gimana Dik? Cari pekerjaan sulit.
Syahdu_Bumi: Mas yang
sabar, tetep berusaha. Bekerja apa saja yang penting halal. Mas harus bisa
bahagiain ibu bapak..
su_kimin: Nggak tahulah Dik.
Dik, sawah bapak dijual…Bapak sering sakit-sakitan. Kemarin bapak masuk rumah
sakik. Dokter menganjurkan untuk operasi. Sawah itu dijual untuk biaya operasi.
Itu aja masih kurang. Ngutang. Nggak ada yang bisa dibuat pegangan lagi. Yang
tersisa hanya si putih, sapi kita. Kata Bapak Ibu itu buat celenganmu,
kalo kamu butuh uang dadakan.
Deg.
syahdu_bumi: Kok Adik baru
dikasih tahu sekarang?
Air mataku
mulai berjatuhan membelah pipi. Bapak….Layar presentasi yang menampilkan pria
tua kurus kering terus berputar di otakku.
su_kimin: Ibu nggak mau
kamu pikiran. Ibu nggak mau sekolahmu jadi nggak karuan. Belajar yang pinter
dik ya…. Hidup sekarang semakin susah. Untuk hidup enak perlu uang banyak, bapak
ibu sudah mati-matian cari biaya buat kamu. Kamu harus sungguh-sungguh…
Ada nada
sumbang di akhir kata-kata Mas.
Ternyata
masalahku di Mesir belum seperapa, ternyata perjuanganku belum apa-apa,
ternyata tirakatku tak seberapa dibanding usaha
bapak ibu. Dibanding butir-butir keringat bapak ibu. Bapak…..!
###
Hidup
sekarang semakin susah. Untuk hidup enak perlu uang banyak. Kata-kata Mas terus
berputar selayak burung gereja yang dengan lincahnya mengitari kepalaku.
Aku
pengen kaya! Tekad mimpiku hari ini. Membisikkanya pada dinding-dinding
kamarku.
Aku pusing
rasa-rasanya aku pengen banget jadi orang kaya. Padahal sejak kecil aku tak
pernah berpikiran untuk jadi orang kaya. Aku hanya ingin hidup sekedarnya. Yang
penting bahagia. Tak perlu kaya.
Dulu,
waktu kecil aku juga perpikiran kaya identik dengan bakhil, sombong, judes,
culas, tak berperasaan. Bahkan aku takut untuk kaya, karena tukut dihinggapi
penyakit itu. Buat apa kaya kalau kekayaan kita itu jurang neraka. Bahkan
kemarin aku sempat menolak argumen temanku.
"Sekarang
ini yang penting kaya!"
"Maksudmu?"
tanyaku saat itu sambil menyengitkan dahi tak mengerti. Saat itu dia banyak
mengeluarkan argumennya. Dan akupun mengeluarkan banyak argumenku menyalahkan
argumennya.
"Sekarang
seandainya kamu pengen silaturrahmi ke temen-temen ke saudara-saudara trus
nggak punya uang seperserpun, boro-boro main silaturrami buat beli pulsa aja
untuk sekedar say hallo tak ada uang, gimana mau silaturrami. Nggak ada
uang pokoknya susah semuanya…" saat itu aku hanya mendengarkannya setengah
hati. Apalagi dia orangnya memang banyak ngomong.
Tapi
entah kenapa setelah chatting mendengar cerita Mas aku langsung ingin kaya.
Pokoknya kaya!
Tapi
aku ingin kaya yang beda.
Aku
ingin kaya yang derma yang dengan izin ridloNya. Aku ingin kaya yang membawaku
kesurga. Aku ingin kaya yang bisa mengurangi beban orang yang tak kaya, tak
berdaya. Membuat orang yang papa tersenyum bahagia. Aku ingin kaya, yang kaya
itu tak membuatku berambisi dengan urusan dunia. Allah letakanlah dunia ini di tanganku,
jangan di hatiku…Aku ingin kaya yang dari kekayaanku itu lahir pahlawan-pahlawan Islam,
pahlawan-pahlawan agama dan negara. Aku ingin kaya yang tak membuatku takut
dengan kekayaan itu. Aku ingin kaya yang aku ikhlas untuk kehilangan itu semua
dan membuatku berjalan damai meniti
jalanNya, yang kekayaan itu bisa dinikmati semua orang. Bukan maksudku menyaingiMu,
Allah. Tentulah Engkau yang paling kaya dan Maha kaya. Aku ingin kaya dengan
ridho dan izinNya. Apabila itu hanya mimpi setidaknya terwakili dengan kaya
hati, kaya ilmu…..tuntun aku Allah….
Mimpi
hari ini, belajar rajin. Sukses. Bahagiain Bapak Ibu. Juga Mas Tercayank.
Tut…tut…dering
Hp membuyarkan mimpiku.
Ass. Dik yg sbr. Bpk
meninggal. Banyak berdoa. Tetep belajar.
Bapak…….seketika
mimpiku semakin menyesakan dada. Bapak tunggu aku membuktikannya. Desahku. Ada beku yang mencair
lewat air mata.
Cairo,
15 Ramadlan 08
By: DI
No comments:
Post a Comment