Monday, April 30, 2012

Hukum Menentukan Jenis Kelamin Janin

Pertanyaan:
            Apakah hukum menentukan jenis kelamin janin?
Jawaban:
            Allah Swt. menciptakan manusia dalam kondisi yang seimbang, yaitu  dengan menciptakan mereka secara berpasang-pasangan: laki-laki dan perempuan. Allah juga memberikan keistimewaan bagi masing-masing dari kedua jenis itu sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya. Dan ditegaskan pula bahwa keistimewaan ini merupakan tabiat alami setiap makhluk yang harus dipertahankan dan diteruskan.
Allah berfirman:
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silatur-rahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisâ`: 1)
Allah juga berfirman,
“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. dari air mani, apabila dipancarkan.” (QS. An-Najm: 45-46)
Allah juga firman lagi,
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (QS. Adz-Dzâriyât: 49)
Keragaman dan keistimewaan setiap makhluk inilah yang sesuai dengan sunnatullah yang ditetapkan oleh Zat Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu.
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Asy-Syûrâ: 49-50)
Dalam mengkaji permasalahan penentuan jenis kelamin janin ini, kita harus melihatnya dari dua sudut:
Pertama, dilihat dalam tataran personal. Dalam tataran ini terdapat kaidah umum yang menyatakan bahwa hukum dasar segala sesuatu adalah boleh. Seseorang dapat memilih antara menikah atau tidak. Jika dia menikah, maka dia boleh mempunyai anak atau tidak. Jika dia mempunyai anak, maka dia boleh memilih untuk membatasi jumlahnya atau tidak. Semua itu disesuaikan pada kondisi dan situasi yang menyertainya. Maka, sebagaimana seseorang boleh melakukan usaha untuk memperbesar kemungkinan dalam memilih salah satu jenis kelamin janin berdasarkan saran para dokter –seperti melalui pemilihan jenis menu tertentu, pemilihan waktu bersenggama: sebelum atau sesudah pembuahan, penyaringan sperma, dan cara-cara lainnya– maka boleh juga baginya untuk mengambil metode mikroskopik dengan kromosom dan DNA. Karena, dalam tataran personal tidak ada larangan untuk melakukan hal itu.
Kedua, dalam tataran umat secara keseluruhan. Permasalahan ini hukumnya berbeda jika dilihat dalam tataran umat, karena hal ini akan berkaitan langsung dengan rusaknya komposisi alami yang diciptakan oleh Allah. Pemilihan jenis kelamin tertentu akan menyebabkan kacaunya keseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan yang menjadi unsur utama dalam keberlangsungan proses reproduksi manusia. Kondisi ini dapat dikategorikan sebagai tindakan menentang ciptaan Allah dengan cara merubah sistem alam, merusak strukturnya dan menghilangkan sebab-sebab keberlangsungannya.
Oleh karena itu, terdapat perbedaan hukum mengenai penentuan kelamin janin dalam tataran individu dan kolektif. Hal ini berpijak pada kaidah syariah bahwa fatwa mengenai sesuatu dapat berbeda-beda sesuai perbedaan keterkaitan antara sesuatu tersebut dengan sasarannya, apakah terkait dengan individu atau umat menyeluruh. Perbedaan seperti ini sering dijumpai dalam kitab-kitab fikih klasik, seperti kewajiban memerangi penduduk daerah yang menolak melaksanakan shalat Sunah Shubuh atau menolak mengumandangkan azan, tapi di sisi lain kebolehan membiarkan pelanggaran itu jika berada dalam batas personal.

No comments:

Post a Comment